Search

Hi! It's me Wana
Nice to see you..

I'm Wana. An INTP-T woman. I'm often thoroughly engaged in my own thoughts. I usually appear to others to be offbeat and unconventional. People may think i am a stereotypical “nerd” who may be shy or withdrawn around people i don’t know well. However, i become talkative and enthusiastic when i meet someone who shares my niche interests.

Punya Anak

 

Wohaaaaaa.

Finally I have a “little bit of  time” to write one of those random thoughts that floats through my mind these past view weeks. It’s a good time to nyeleneh lagi, right?

Karena beberapa minggu belakangan ada banyak banget sampah yang nyangkut di pikiran. Pusing banget asli. Yang aku tulis sekarang bukan sampah yang bikin aku pusing banget itu sih. Sebenarnya ini requestan salah satu temen baik ku, hoho.

It was about a view months ago when we went to Dumai in order to visit Amike who was grieving because her father death. I actually felt sad and shame in the same time. Because five of us rarely see each other in a complete formation since we was graduated. Karena kami sahabat LDR. Hmm! Siapa sangka akan bertemu dalam keadaan berduka?

Dalam perjalanan menuju Dumai ada banyak hal yang kami bicarakan mulai dari betapa keselnya abang-abang tol karena ribetnya kami untuk diarahkan ke “PINGGIR” karena ternyata Pinggir itu adalah nama daerah bukannya perintah supaya kami “minggir ke kiri atau ke kanan” sampai ke topik klise yang sering dibicarakan orang-orang. Apalagi kalau bukan  jodoh dan kehidupan berumah tangga. Cie ileh, macem udah siap berumah tangga aja lu Wan. Jadi  salah satu temenku  ada yang memutuskan untuk menunda memiliki momongan, beuntung suaminya menghargai keputusan tersebut. Namun, yang membuat ia resah adalah tanggapan miring orang-orang yang pada kenyataannya tidak berkonstribusi apapun dalam urusan rumah tangga mereka.

Hmmm. Kalau ditelisik lagi, tahap dari hidup kita ini seperti sudah diatur oleh sistem yang dibuat oleh masyarakat. Mulai dari lahir sampai kita dewasa, sudah ada target umur ideal untuk bisa menyelesaikan setiap tahapnya. Lalu secara alamiah, kita sebagai manusia cenderung mengikuti apa yang ada di masyarakat.  Padahal belum tentu jalan hidup kita seperti yang telah ditetapkan itu. Ya bagus sih kalau tercapai. Cuma nih, ada cumanya. Apa benar kita ngelakuinnya untuk diri kita sendiri?. Apa benar yang kita kejar-kejar sekarang adalah kemauan kita?. Mungkin nggak kita ngelakuinnya hanya supaya diakui  dan diterima oleh orang lain?. Jawabannya ada pada diri kita sendiri.

Setelah penentuan tahap hidup oleh masyarakat, terkadang akan ada pertanyaan “kenapa?” jika kita tidak bisa mencapai tahap tersebut.

 “kenapa kok kamu belum lulus?”

“kenapa kok kamu belum nikah?”

“kenapa kok belum punya anak?”

Pernah dengar kutipan “manusia punya waktunya sendiri” ?

Menurutku benarnya pencapaian akan suatu hal tidak hanya ditentukan oleh waktu, karena ada banyak faktor yang dapat mempengaruhinya.  Seperti seberapa efektif, efisien dan bersungguh-sungguhnya kita dalam memperjuangkan apa yang ingin kita capai. Mungkin dalam islam kita kenal konsep ikhtiar, do’a dan tawakal kepada Allah SWT. Jadi bukan hanya menunggu kapan waktunya kita sukses, melainkan tindakan yang kita lakukan dalam proses menuju sukses tersebut. 

Pada titik tertentu ada peran waktu yang berbeda terhadap apa yang terjadi dalam hidup kita. Karena setiap manusia berkembang dan dididik pada lingkungan yang berbeda-beda. Seperti halnya kapan seseorang bisa dianggap wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram dalam menikah. Penentu utamanya bukan karena temen-temen kita udah pada nikah atau umur sudah 20-an. Tapi mampukah kita secara lahir dan batin untuk berumah tangga?. Karena menikah bukan Cuma tentang haha hihi huhu atau “sandal aja punya pasangan masa kamu enggak?”. Melainkan mencakup semua hal yang ada dalam hidup kita seperti iman, seksual, finalsial, mental, dan lain-lain. Setiap manusia mempunyai pandangan tersendiri tentang hidup. Jadi waktu dan prioritas ideal kita itu nggak bisa disamaratakan. Penentu kita sanggup atau tidak itu bukan keluarga, bukan tetangga sebelah, juga bukan temen-temen. Melainkan Tuhan dan diri kita sendiri.

Bahkan dalam sebuah artikel yang diterbitkan oleh ibtimes.id dijelaskan bahwa banyak ulama yang memutuskan untuk tidak menikah karena mereka memiliki prioritas utama  yaitu menuntut ilmu. Imam Sufyan at-Tsauri mengatakan “Siapa  yang telah menikah berarti telah mengarungi samudera, jika telah lahir seorang anak maka dengan itu perahunya hancur”. Maksudnya seorang yang telah menikah dan juga dikaruniai anak maka otomatis waktunya untuk mencari ilmu akan berkurang atau bahkan tidak ada sama sekali. Sementara ironinya saat ini kebanyakan hal terjadi secara kebalikan, menikah dianggap hak yang wajib diambil secara maksimal sementara pengorbanan dalam berumah tangganya malah minimal. Nikah asal nikah. Tidak sedikit orang yang lari dari tanggung jawabnya dengan cara berselingkuh atau berpoligami.

Apa hal ini bisa dikaitkan dengan menunda memiliki momongan? Aku sebenarnya rada takut nulis yang beginian. (1) karena aku bodoh (2) karena sebelum nulis ini aku sempat baca-baca dan nanya orang lain. Kebanyakan pandangan luar menekankan bahwa “kalau nikah yah harus punya anak” atau “terus kamu nikah untuk apa?”

Jadi apa memang sebenarnya kita tidak bisa memilih? (kind to leave a comment down below if you know better about this issue yah!!)

Mungkin memang islam melarang childfree ya?

Tapi kalau dipikir lagi, jika memang dalam agama kita melarang untuk childfree maka salah satu kemampuan yang harus dipenuhi dari seseorang sebelum menikah itu adalah “mampu memiliki dan bertanggung jawab terhadap anak” dong?. Sementara realitas yang kita temukan saat ini banyak orang tua yang tidak bertanggung jawab terhadap anaknya. Nggak sedikit surat kabar yang mempublikasikan berita tentang anak yang ditelantarkan baik itu secara fisik, pendidikan, emosional sampai kepada kelalaian medis. Berdasarkan penelitian, dijelaskan bahwa pola asuh yang lalai terhadap anak itu muncul karena pengalaman masa kecil atau tekanan psikologis yang dialami oleh orang tua. Itu sih makanya kalau lu mau nikah atau punya anak ya harus selesai dengan diri sendiri. Karena nikah dan punya anak itu bukan kompetisi lari. Tanggung jawab Bok. Tanggung jawab. Bisa tidak bertanggung jawab? Tujuan nikah itu bukan supaya segala hidupmu diurusin oleh pasanganmu. Masalah hidup kita itu diselesaikan dengan mencari validasi dan pertolongan Tuhan tentunya. Bukannya lari dari kenyataan dan memutuskan untuk menikah. Ntar kalau ada masalah dalam rumah tangga, lu mau nikah lagi?.

Sementara itu memiliki anak adalah sebuah tanggung jawab yang sangat besar. Anak  sebagai amanah yang dititipkan Tuhan kepada hambaNya yang kelak akan dimintai pertanggung jawabannya di akhirat. Kewajiban kita itu banyak, nggak hanya memenuhi kebutuhan makan dan nutrisi. Ditulis oleh Lim Fatimah (2019), di dalam islam orang tua memiliki tugas untuk memenuhi hak si anak seperti : nasab, rada’ah, mengasuh, memberi nafkah dan memenuhi nutrisi, dan memperoleh pendidikan. Menurut (Goodnow & Collins, 1990 dalam William&Lerner:2006:915) Pengetahuan pengasuhan termasuk dalam memahami berbagai pendekatan yang tepat untuk memenuhi kebutuhan fisik, biologis dan sosioemosional dan kognitif anak-anak ketika mereka berkembang. Jika orang tua disediakan dengan pengetahuan, keterampilan, dan dukungan, mereka dapat merespon lebih positif dan efektif untuk anak-anak mereka. Kebutuhan emosional dan fisik orang tua sendiri harus dipenuhi jika mereka ingin membesarkan anak-anak secara optimal.

Setiap anak yang dilahirkan itu adalah fitrah, mereka bisa berpotensi menjadi baik dan sekaligus menjadi buruk. Selanjutnya salah satu yang paling berpengaruh itu adalah tanggung jawab orangtua yang bisa mendidiknya menjadi baik atau buruk. Semoga kita bisa menjadi manusia yang lebih bertanggung jawab.

*NB : Sepertinya tulisan ini masih gantung dan belum selesai, tapi aku mau ngerjain tugas dulu. Walaupun ini hari minggu :((

 


Mutiara Suci Erlanti, Nandang Mulyana, & .Hery Wibowo, Teknik Parenting Dan Pengasuhan Anak Studi Deskriptif Penerapan Teknik Parenting Di Rumah Parenting Yayasan Cahaya Insan Pratama Bandung, Vol. 3, No.2, ISSN: 2442-4480,  PROSIDING KS: RISET & PKM

 

 

 

 

Komentar

  1. Makasih buaaanyak wan, ditunggu tulisan berikutnya hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama sama seyeeng. Semangat terus 💃🤸

      Hapus
  2. kak wannn~ kereeen sekali. mewakili ke-gundahan diri ini yang tidak setuju dengan berbagai macam slogan nikah cepat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Merry meeeeyy yeee makasih. Semangat terus💪

      Hapus

Posting Komentar