Search

Hi! It's me Wana
Nice to see you..

I'm Wana. An INTP-T woman. I'm often thoroughly engaged in my own thoughts. I usually appear to others to be offbeat and unconventional. People may think i am a stereotypical “nerd” who may be shy or withdrawn around people i don’t know well. However, i become talkative and enthusiastic when i meet someone who shares my niche interests.

Sifat yang Beda

 

Seharusnya bukan tulisan nyeleneh lagi yang tiba-tiba nongol di blog ini. Tapi karena Ranah Tulisan masih belum menemukan jati dirinya alias niche yang sesuai. Nggak apa lah, i just wanna write out some of billion things that about to explode from my head. In the past view months as I used to, I just keep overthinking about everything. It’s full of thoughts and there is so much things I want to do which I don’t have time for. But in the end, I keep doing nothing and overthingking, again and  over again.

I have been struggling about being an over thinker since I was a kid. Sering nyoba berbagai cara supaya bisa lebih fokus dan nggak jadi seorang wana yang socially awkward. Tapi tetep aja pikiranku hampir nggak pernah berhenti bereksplorasi walaupun seharusnya aku sedang duduk menikmati makanan. 

Is it good?

No!!!

Sebagai seorang overthinker, nggak jarang aktifitasku sering teralihkan kepada hal-hal lain yang out of the point. Seperti sekarang. Kalau menelisik perancanaan, aku seharunya  sedang belajar untuk tes intelegensi umum, sayangnya fikiranku malah teralihkan pada sifat-sifat manusia yang beragam sampai pada akhirnya aku nulis lagi.

Berbicara tentang sifat manusia.

Semakin dewasa aku semakin sadar, nggak hanya sel sebagai sistem dasar penyusun  tubuh yang dapat kita katakan kompleks. Tetapi segala hal tentang manusia adalah sesuatu yang kompleks (sangat sulit dimengerti). Mulai dari sifat fisik yang dapat dinilai secara kasat mata hingga pada perilaku  a.k.a personality manusia itu sendiri.

Di awal remaja dulu aku selalu menjustifikasi tentang manusia yang begini dan begitu. Merasa  memiliki cara pandang paling benar tentang segalanya. Emang malu-maluin banget kalau diingat. Sampai pada suatu waktu aku sadar bahwa manusia memiliki awal dan proses yang berbeda hingga menjadikan setiap manusia terkategori pada cara berfikir dan bertindak yang berbeda pula. Sampai sekarang pun, kebanyakan dari kita terlalu dangkal menilai orang lain. Suka mengkategorikan manusia lain sebagai golongan yang “nggak banget” hanya karena mereka tidak sesuai dengan idealismenya kita atau mungkin karena satu kesalahan yang pernah mereka buat sebelumnya. Jadi nggak heran kalau setiap kali ada seseorang yang berperilaku atau mengutarakan pendapat yang aneh dari kaca mata mayoritas maka secara otomatis akan berseliweranlah “cancel culture” dan ujung-ujungnya menjadi ajang bullying sana-sini. Setiap orang memang harus bertanggung jawab dan memperbaiki tindakannya masing-masing, tapi aku rasa tidak semua konteks bisa kita terapkan “cancel culture”. Apalagi komentar masyarakat sampai berlebihan, segala kesalahan orang dikorek sampai reputasinya hancur, dan nggak jarang juga malah jatuh ke target yang salah.

Yah, untuk melalui proses “menjadi manusia” yang seutuhnya, manusia tentu perlu saling mengintropeksi diri satu sama lain. Tapi hal tersebut nggak serta merta memberikan kebebasan kepada kita untuk menilai, berkomentar hingga menghakimi setiap tindakan yang orang lain lakukan. Seolah-olah kitalah manusia yang paling benar.  Padahal sejatinya kita sendiri makhluk yang tidak sempurna dan belum tentu pula kita lebih baik dari mereka yang sering kita hakimi. Namun sayangnya itulah yang sering kita jumpai di lingkungan. Ntah itu dari lingkungan pertemanan atau bahkan keluarga kita sendiri. Nggak jarang kita bertemu orang-orang yang sangat mudah mengkritisi kehidupan orang lain. Nggak peduli itu adalah ruang lingkup yang tepat untuk berkomentar atau bukan. Kenal ataupun tidak kenal, yang terpenting untuk mereka adalah ngecap orang lain sebagai “yang salah”. Tanpa perlu berfikir lebih dalam tentang apa, mengapa dan bagaimana semuanya bisa terjadi. Beberapa dari kita kadang terlalu mengagung-agungkan idealisme yang kita anut, hingga menutup mata dan telinga pada apa yang orang lain pikirkan.

Mungkin karena kita terlalu egois, hanya terpusat kepada diri sendiri, dan tidak bisa menerima adanya perbedaan tipe kepribadian dari setiap manusia. Pada nyatanya semua manusia memiliki preferensi beragam hingga membentuk tipe kepribadian berbeda pula. Pentingnya memahami tipe kepribadian kita sendiri itu membuat kita lebih mudah untuk memahami preferensi masing-masing hingga kita tahu apa yang perlu dan tidak perlu lakukan. Selain itu pentingnya memahami tipe kepribadian juga membuat kita lebih mudah memahami diri sendiri, menjalin hubungan dengan oran lain, mengurangi berprasangka buruk dan pikiran bisa lebih terbuka bahwa tidak semua manusia bisa sesuai dengan apa yang kita inginkan.

Komentar

  1. Wana, luar biasa. Suka dengan tulisanmu, Wana. Manusia memang objek yang menarik untuk diceritakan. Pengelolaan Blognya pun bagus.
    Kapan-kapan mentorin ngelola blog donk.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hallo Ridhoo
      Terimakasih banyak sudah mampir.
      Demi apa! ku masih amatir btt tentang nulis, apalagi ngeblog.

      Hapus

Posting Komentar