Search

Hi! It's me Wana
Nice to see you..

I'm Wana. An INTP-T woman. I'm often thoroughly engaged in my own thoughts. I usually appear to others to be offbeat and unconventional. People may think i am a stereotypical “nerd” who may be shy or withdrawn around people i don’t know well. However, i become talkative and enthusiastic when i meet someone who shares my niche interests.

Sebelah Mata

Disclaimer : Ini tulisan jaman dahulu kala.

Semesta itu kompleks.

Abyana tahu ide tentang kompleksitas adalah salah satu dari sekian istilah yang tidak ada defenisinya secara keseluruhan. Saat ia berfikir semesta kompleks, tidak semua orang akan sependapat dengannya. Sebagian akan berpendapat bukan semesta yang kompleks, melainkan persepsi manusia karena berusaha memahami bagian demi bagian. Karena tujuan utama dari pemikiran manusia adalah membuat keputusan, mengharuskan manusia membuat kesimpulan berupa pengertian, kategori, klasifikasi dan sebagainya. Namun demikian, hasil pemikiran akhir Abyana akan tetap sama. Semesta itu kompleks, tidak mudah memahaminya.

“Pada titik isoelektrik protein mempunyai muatan positif dan negatif yang sama, karena itulah tidak bergerak ke elektroda positif atau negatif.....”

Netral.

Terhitung dua tahun lalu, Abyana pernah membenci kata netral. Netral berada diantara positif dan negatif, hitam dan putih, asam dan basa. Kenapa harus ada istilah lain ditengah-tengahnya?

Nyatanya, semesta tempatnya berpijak saat ini bukanlah sesuatu yang biner dan dapat diputuskan dengan ungkapan ya atau tidak. Selalu ada celah diantara ya dan tidak, ada sore diantara pagi dan malam, dan ada netral diantara asam dan basa.

“Pernikahannya dua bulan lalu. Mami sudah setuju dari awal”

Ungkapan setenang suara angin malam itu disampaikan oleh Papinya. Mata Abyana menelisik mimik wajah kedua orang tuanya, berharap ia sedang dikerjai. Namun papi terus menatap kedua anaknya dengan tenang  tanpa beban, tepat disampingnya ada Mami yang tersenyum tipis pada Abyana dan Arka. Ternyata mereka tidak sedang bercanda.

“lalu menurut kalian apa yang membuat putih telur dan susu digunakan sebagai antidotum atau penawar racun?”

“Papi harap kalian perlakukan  Mia selayaknya saudara kandung”

“Kalian sudah mengambil mata kuliah Lab Safty Rules and Guidenes  di semester satu. Walaupun tidak tertulis di General Lab Safty Rules, saya yakin kalian tahu kalau melamun di dalam laboratorium itu resikonya lebih berbahaya daripada ngelamun di warung kopi

Abyana terkesiap saat tiba-tiba salah satu dari teman sekelompoknya mencolek kasar lengan kiri yang sejak tadi menjadi sanggahan dagunya di atas meja. Ia kemudian balas melotot pada temannya sambil menggerakkan bibir tanpa suara untuk bertanya “ngapa sih??!!”. Dibalik kaca mata yang bertengger dihidungnya, kedua mata Reva balik memelototi Abyana untuk memberi kode agar Abyana segera melihat ke sekeliling. Barulah saat itu Abyana sadar bahwa seisi ruangan sedang menatap kearahnya dengan heran, kecuali tiga orang asisten labor yang sedang menatapnya dengan tajam dan penuh peringatan.

“Maaf kak” ucap Abyanya penuh rasa bersalah. Manik mata cokelatnya mengarah pada asisten yang baru saja menyindirnya.

Pria yang ditatap itu menghela nafas lalu balik menatapnya lekat-lekat “Penjelasan saya membosankan?” tanyanya skeptis. Mata hitam pekat miliknya menatap Abyana dengan intens, sarat meminta jawaban akan pertanyaan yang dilontarkannya. Namun yang ditanya hanya bisa menahan nafas, kontak mata dengan orang yang mengintimidasi ternyata benar-benar sulit dilakukan.  

“Enggak kak, saya yang salah...” Terkadang, menyalahkan diri sendiri adalah cara ampuh agar masalah  cepat terselesaikan bukan?. Karena pada dasarnya manusia penuh ego, begitu pula Abyana “barusan saya nyoba mengalihkan fokus ke hal lain. Kakak tahu Katsuko Saruhashi? Dia ilmuan geokimia yang memulai terobosan ilmuannya dari melamun waktu jam belajar di dalam kelas. Barangkali saya bisa menemukan manfaat lain dari putih telur selain sebagai antidotum?”

Aduh Aby... Kenapa harus ngeles segala?. Batinnnya.

Abyana sudah antipati jika saja dia salah bicara. Rama Utama, Asisten labor yang dikenal sangat disiplin itu jelas tidak suka jika mendapatkan mahasiswa yang tidak serius di dalam labor. Terakhir kali yang Abyana ingat, Rama merobek kertas kuis salah satu mahasiswa yang ketahuan mencontek dan juga mengusir mahasiswa yang terlambat untuk ikut praktikum ke kelas lain. Rama jelas tidak segan memarahi orang-orang yang berulah seperti Abyana.

Rama berdecak “Dasar nggak jelas. Kemaren kamu yang pecahkan 3 tabung reaksi sekaligus kan?"

"Nggak pernah kerja di rumah sih" celetuk Rika. Ia dan Rama saling memberikan tatapan judgemental pada Abyana.

"Nggak usah banyak ulah. Lain kali juga kalau baca artikel jangan cuma judulnya, bisa jadi hanya klick bait” Ucap Rama datar lalu melanjutkan penjelasannya ke seluruh kelas. Jangan tanyakan bagaimana tampang Abyana, kepiting rebus nggak seberapa dibandingkan dengan wajahnya yang sudah memerah padam. Menyebalkan, siapa katanya yang nggak pernah kerja di rumah? siapa juga yang hanya baca judul artikel? Abyana jelas tahu Katsuko Saruhashi melamun tentang apa yang menyebabkan terjadinya hujan saat masih di sekolah dasar, walaupun pertanyaan simpel itu tidak seberapa dengan usaha-usaha yang dilakukannya untuk menjadi wanita pertama yang bergelar doktor di bidang kimia dari Universitas Tokyo di tahun 1957, atau sebagai orang pertama yang secara akurat mengukur konsentrasi asam karbonat dalam air berdasar suhu, pH dan klorinitas dan sebagai ilmuan yang mengembangkan teknik melacak perjalanan kejatuhan radioaktif yang melintasi samudra setidaknya semua orang tahu melamun juga termasuk proses dalam menemukan ide baru.

Kalau nggak melamun, nggak mikir, nggak pakai otak gimana mau menemukan ide dan inovasi baru??

Ya kan?

Ya kan?

Ya kan?

Iyain aja, plis!

"Sabar By. Diemin aja, lapisan dinding rahimnya lagi meluruh kayaknya" Bisik Reva sambil menepuk pelan pundak Abyana.

Rama mana punya rahim!!

***

Setelah melakukan review untuk praktikum yang baru saja dibimbingnya, Rama kemudian menginteruksi kelompok yang kebagian jadwal piket agar segera melakukan kewajiban mereka seperti menyapu dan mengepel ruangan. Tugas itu tidak termasuk dalam membersihkan alat-alat praktikum dan meja, karena sudah menjadi kewajiban setiap orang yang bekerja di laboratorium untuk selalu menjaga kebersihan meja dan alat-alat yang telah mereka gunakan.

Tahun ini Rama mengasistensi mahasiswa dari semester 6 untuk mata kuliah Biokimia dan Kimia Organik. Rama  sempat berpikir berbeda dari tahun sebelumnya, bisa jadi berurusan dengan  mahasiswa semester 4, 5 dan 6 akan lebih mudah dari pada mahasiswa baru. Selain karena sudah terbiasa bekerja di labor, intensitas pengarahan yang terus bertambah semestinya juga membuat mereka jauh lebih tertib dan cepat tanggap daripada mahasiswa baru. Kendala yang biasa ditemukan seperti terlambat, waktu praktikum yang tidak efisien, membuat keributan dan merusak alat-alat labor harusnya minim terjadi. Namun tetap saja sama. Semua kesalahan yang selalu mereka tutup-tutupi dengan berbagai alasan terus berulang.

Setelah mencuci tangan Rama kemudian memasuki ruangan asisten dan dosen yang berada di samping Laboratorium Kimia untuk mengambil suplemen penambah darah yang sempat ia masukkan ke dalam tasnya sebelum ke kampus. Beberapa hari terakhir Rama merasa tubuhnya kurang sehat, mudah lelah dan pusing. Dokter bilang ia terkena gejala anemia.

“Minum suplemen ya Kak?”

Rama hampir mengeluarkan seluruh air yang masuk ke dalam mulutnya jika saja ia tidak bisa mengendalikan keterkejutannya saat suara seseorang tiba-tiba menginterupsi. Waktu sudah menunjukkan pukul 17.30 WIB, hampir saja ia berfikir Abyana makhluk dari dimensi lain. Rama meneguk minumannya sekali lagi sebelum menatap Abyana nyalang.

"Bisa ketuk pintu dulu nggak?!!!"

"Kan bukan ruang pribadi kak"

Saya kira ruangan ini khusus asisten dan dosen?” tanyanya kesal.

Bahu Abyanya mengedik sekilas. Meski jarak mereka cukup jauh, Rama jelas mendengar gadis itu menggerutukan namanya berkali-kali 

“Sorry ya kak. Kak Nisa nyuruh saya antar laporan ke ruangan ini. Lagian saya nggak lihat ada tulisan selain asisten dosen dilarang masuk. Ruang kajur sekalipun  boleh diinjak oleh mahasiswa kentang seperti saya” Jawab Abyana setelah meletakkan setumpuk laporan ke meja di sudut ruangan. Melihat Rama yang tidak peduli, Abyana kembali berceloteh “Oh ya kak, saya pernah baca artikel yang menjelaskan kalau kebiasaan minum suplemen vitamin itu nggak bikin badan makin sehat. Artikelnya memuat penelitian dari American College of Cardiology. Kebanyakan suplemen yang umum dikonsumsi orang-orang hanya punya efek sedikit kayak asam folic dan vitamin b, Cuma bisa menurunkan sedikit penyakit cardiovascular dan niacin malahan bisa sedikit meningkatkan resiko kematian, apalagi antioksidan dengan dosis tinggi. Suplemen yang lebih baik untuk kesehatan itu dengan banyak makan makanan yang tidak terlalu terposes kayak buah, sayur dan kacang-kacangan”

Rama mengangguk kepala beberapa kali seolah benat-benar menyimak penjelasan Abyana. Matanya kemudian mengarah pada Abyana yang sedang melipat kedua tangan diatas perut dengan salah satu kaki dihentak-hentakkan pelan ke lantai.

Persis anak kecil nagih hutang.

Ada yang mau disampaikan lagi?. Kayaknya kamu banyak beban hidup” Rama sempat melihat kedua pupil Abyana membesar. Benar dugaannya, Abyana tersinggung dengan ucapannya saat melakukan asistensi barusan.

Jangan terlalu asal menilai orang kak. Manusia itu kompleks. Nggak bisa dinilai dengan dua pilihan seperti baik atau buruk, jelas atau tidak, putih atau hitam secara langsung. Ada hold and cold empathy gap. Seseorang bisa saja stabil dan rasional pada waktu tertentu, tapi tidak selamanya. Nggak mudah memahami manusia. Iya, iya. Semua tentang persepsi. Buruk menurut kakak, bisa jadi baik bagi Tuhan. Saya baru ketemu kakak 3 kali loh. Tapi saya sudah dibilang tidak jelas, tidak biasa kerja di rumah, dan baca artikel hanya dari judulnya. Fyi, saya biasa kerja di rumah! Saya sudah terbitkan beberapa artikel di IDN Times dan The Jakarta Post. Saya tahu maksud kakak baik, saya tidak bermaksud menggurui. Kakak jelas jauh lebih cerdas dari saya. Terimakasih”.

Prok.

Prok.

Prok.

***

Komentar

Posting Komentar