Search

Hi! It's me Wana
Nice to see you..

I'm Wana. An INTP-T woman. I'm often thoroughly engaged in my own thoughts. I usually appear to others to be offbeat and unconventional. People may think i am a stereotypical “nerd” who may be shy or withdrawn around people i don’t know well. However, i become talkative and enthusiastic when i meet someone who shares my niche interests.

Hijrah pada 01.46 WIB

Malam ini hawanya panas, sangat nggak mendukung untuk aku bisa tidur nyenyak. That's why i am here again. Entah kenapa ritual menulis blog aku  sering banget dilakukan di malam hari. Lucunya adalah biasanya setelah aku publish tulisan di malam hari sebelum tidur, maka nggak jarang pas bangun tidur i was like "what the.....? What did i do last night? why the hck i wrote that stupid words?". Nyesel, tapi nggak dihapus. Because i think no one gonna know nor read my blog, wkwkw. So what i supposed from this blog?. Nothing, alasan aku nulis di sini adalah karena aku suka nulis diary dari kecil. Jadi daripada beli buku diary yang mahal dan nulis pake pena dengan potensi kelelahan dan kerugian yang lebih besar dari pada ngetik maka aku lebih milih nulis di sini. Kenapa nggak di memo? I did it tho, but i think this blog is much better, karena i felt like i was talking to someone. Haha. No, i am not hopless as if needing somebody to be a listener. Karena aku ngerasa apa yang aku tulis disini juga bukan sesuatu yang harus aku curhatin ke orang terdekat.

Barusan habis buka-buka twitter dan ketemu thread tentang perempuan yang hijrah. Nggak jarang aku nemu thread dari tubir yang nanya retoris pendapat tweeps tentang orang-orang yang hijrah tapi kelakuannya sok eklusif. Awalnya nggak ngerti dengan maksud mereka sok eklusif, ternyata maksudnya adalah nggak mau berteman dengan mereka yang belum hijrah. Sekian banyak temen aku yang sudah hijrah, aku nggak ngerasa dibuat tersinggung saat mereka mulai menjaga jarak. Menjaga jarak seperti, waktu ngobrol-ngobrol yang biasanya sampai tiga jam jadi dua jam, kebiasaan ngumpul berkurang dan sering ngilang dari group chat.

Kalau dijauhi dengan tindakan seperti itu aku ngerasa nggak masalah sama sekali karena memang hijrah itu salah satu upayanya adalah meninggalkan hal-hal yang unfaedah. Hijrah menurut aku adalah upaya seseorang dalam memperbaiki diri terutama akhlaknya. Entah kenapa, aku ngelihat kebanyakan orang nganggap seseorang sudah hijrah itu sesederhana dari yang nggak pakai jilbab jadi berjilbab, dari yang jilbab pendek jadi jilbab syar'i. Kalau dari lingkungan aku karena memang sudah banyak yang pakai jilbab, jadi dari yang jilbab pendek jadi jilbab panjang. Kebanyaan mereka menilai hijrah orang lain itu dari perubahan penampilannya, nggak salah juga sih karena memang salah satu perintah Allah SWT adalah agar kita menutupi aurat dengan sempurna. Tapi  kalau cuma berdasar penampilan, apa konteksnya nggak terlalu kecil?. Misalkan nih ada orang yang jilbabnya pendek terus dia biasanya cuma shalat wajib lima waktu tiba-tiba jadi rajin shalat sunnah, walaupun  jilbabnya tetap pendek. Itu disebut hijrah juga kan?. Maksud aku, hijrah itu bukan hanya merubah penampilan tapi juga akhlak. Yang biasanya rajin buka yutup korea jadi buka ceramah, yang biasanya hanya shalat wajib lima waktu  jadi dibarengi shalat sunnah, yang biasanya egois jadi lebih dewasa dan sabar, yang biasanya nethink jadi positive thinking dll.

Waktu temen aku memutuskan berhijrah dan sedikit-sedikit mulai menjahui lingkungannya aku nggak masalah kalau masih dalam konteks wajar. Konteks wajar yang seperti mengurangi obrolan nggak guna atau buang-buang waktu di luar. Karena aku senang menghargai keputusan orang lain, apalagi itu adalah keputusan yang baik untuk dirinya. Tiap-tiap orang punya value dan cara pandang berbeda pada dunia. Aku nggak suka ada orang yang nggak menghargai value orang lain. Misalkan nih, ada orang yang udah hijrah dan nggak mau main di timezone (harus banget ya timezone?), nonton bioskop atau karaoke, terus karena nggak terima dijauhin temen-temennya malah bilang "apa banget sih sok suci" atau mancing-mancing untuk gossipin orang itu. Aku paling benci orang yang seperti itu. Ingat ya, apapun tanggapan dan fikiran kita terhadap orang lain maka itu jugalah yang akan berbalik ke kita, kalau berfikir buruk maka keburukan akan datang pada kita. Maka, treat people like you want to be treated dan tolong hargai nilai-nilai yang dimiliki orang lain. Karena nggak semua orang harus menyukai apa yang kamu suka.

Barusan aku bilang dalam konteks baik ya? Lalu yang dalam konteks tidak baik gimana?. Mana ada hijrah dalam konteks tidak baik. Tapi mungkin terkadang orang-orang bisa lupa bahwa tujuan utama hijrah itu adalah mendekatkan diri kepada Allah. Seperti  cuit-cuitan yang aku baca di twitter, ada temen mereka yang hijrah terus malah ngejauhin mereka. Takutnya nih ya, awalnya memang niat untuk menjauhi yang buruk-buruk, namun lama-kelamaan muncul rasa dimana kita berfikir orang lain yang belum hijrah adalah orang-orang yang harus dihindari dan bisa ngerusak akhlak kita, muncul perasaan dimana kita selalu ngerasa paling benar. Padahal lebih baiknya kalau memang hijrah, kita menyebarkan juga kebaikan yang kita ketahui kepada orang lain. Nggak masalah nggak bisa berdakwah lewat ucapan, berdakwalah dari perlakuan kita. Makanya jaga jarak yah yang sewajarnya aja lah yaaa.

Cuit-cuitan lain adalah menghubungkan hijrah dengan nikah. Kalau ini aku juga merhatiin kebanyakan akun-akun di instragram yang ngajak hijrah itu menggunakan selogan tentang nikah. Kebanyakan juga ngajaknya dengan cara mengatakan hal-hal positif dan yang menyenangkan tentang nikah. Nikah memang banyak positifnya yaaaa. Tapi apakah baik ngajak hijrah dengan cara segera menikah? Seolah-olah cara hijrah itu cuma dari menikah. Ya oke, dari pada pacaran memang lebih baik nikah, tapi cara untuk mengajak seseorang agar nggak pacaran  itu ada banyak, bukan hanya dengan  mengiming-imingkan indahnya pernikahan kan?. Sadar nggak sih, yang seperti itu secara tidak langsung bisa memunculkan keinginan untuk segera ingin menikah. Terus yang disampaikan tentang pernikahan selalu  mengenai betapa menyenangkannya pernikahan, sementara hal-hal penting lain dalam pernikahan yang harus kita aware seperti masalah kesiapan mental untuk menjadi istri/suami, komitmen, finansial, cara pandang, tujuan hidup, support career, siap punya anak apa nggak (nggak sedikit kasus kekerasan dilakukan orangtua pada anak kecil! Salah satu penyebabnya yah karena nggak bisa dealing sama diri sendiri atau pasangan), dan hal penting lainnya malah nggak disampaikan. Bahayanya ya kepada orang-orang yang kurang referensi, menelan mentah-mentah apa yang disampaikan orang lain sehingga mudah terpengaruh dan  menarik kesimpulan bahwa dengan menikah adalah salah satu cara untuk hidup bahagia dan lepas dari beban hidup. Jangan terlalu mudah untuk berfikir bahwa menikah adalah cara untuk kita bisa terlepas dari  beban hidup. What i am trying to say is takutnya orang yang nyatanya belum siap nikah malah kebelet pengen nikah gara-gara cuma tahu yang manis-manisnya doang:'). Padahal menikah nggak melulu tentang cinta dan sayang-sayangan.

Lebih baik perbaiki diri dulu, hargai dan cintai diri sendiri dan semoga bisa menjadi manusia yang nggak hanya bergantung pada orang lain. Usahakan juga jangan menggantungkan kebahagiaan pada orang lain tapi bangun kebahagiaan kita sendiri, takutnya sekali orang itu pergi kamu malah nangis bombay dan ngerasa tidak berbahagia.

Oke aku udah ngantuk, bodo amat ini belum selesai.
Good bye and sleep tight !

Komentar